Melihat para pelajar sekujur gentar atau tegar,
dalam menantang kesiapan perjuangan akhir pendidikan
yang selama mereka duduk,
mematung,
menahan bertahun-tahun,
di kursi penentuan kelulusan pendidikan.
Yang kini kelulusan dalam selembar nilai bertingkah dalam bersyarat,
berbau sengit polotik pemerintahan,
padahal masih tak mampu menjawab
berjuta rakyat bermata pencairan pengharapan kerja,
mengais rejeki penuh tetes darah duka dan papa,
keadaan lapar dan dahaga.
Yang mungkin ulah pendidikan itu sendiri,
yang masih sok jual mahal.
Tawa berbalut sendu,
sendu bercampur kobar api di dada.
Semua suara pelajar berbaur menderu
ketika mendengar ucap seorang guru membahas tegas
ketetapan kelulusan menanjak meroket
walau di pandang hanya setitik angka,
akibat ulah birokrat berhati bara
melihat negara tetangga yang meningkat drajat.
Ketegangan di rasa menyiksa.
Ketidakberdayaan menjadi dasar dalam sambut akhir pendidikan,
yang memaksa mereka siap menghadap tantangan
yang di rasa berat bagi seukur pelajar,
anak petani padi dan singkong,
anak tukang becak dan tukang ojek,
anak kaum buruh yang gaduh ulah bos yang hanya memeras keringat dan menghisap darah.
Dan beban siswa menjadi beban guru.
Guru tersunggkur melemas
dalam lihat tetap penuh pada binar-binar mata kejujuran tentang ketidakberdayaan.
Dan guru mengurai bahasa,
“Betapa pendidikan hanya nilai lembaran kertas.
Tersobek lalu hancurlah pendidikan.
Tapi ia adalah lembar nilai keramat sangat
dan sampai dalam mendepak impian keilmuan.”
By. M. Lubab el-Zaman
dalam menantang kesiapan perjuangan akhir pendidikan
yang selama mereka duduk,
mematung,
menahan bertahun-tahun,
di kursi penentuan kelulusan pendidikan.
Yang kini kelulusan dalam selembar nilai bertingkah dalam bersyarat,
berbau sengit polotik pemerintahan,
padahal masih tak mampu menjawab
berjuta rakyat bermata pencairan pengharapan kerja,
mengais rejeki penuh tetes darah duka dan papa,
keadaan lapar dan dahaga.
Yang mungkin ulah pendidikan itu sendiri,
yang masih sok jual mahal.
Tawa berbalut sendu,
sendu bercampur kobar api di dada.
Semua suara pelajar berbaur menderu
ketika mendengar ucap seorang guru membahas tegas
ketetapan kelulusan menanjak meroket
walau di pandang hanya setitik angka,
akibat ulah birokrat berhati bara
melihat negara tetangga yang meningkat drajat.
Ketegangan di rasa menyiksa.
Ketidakberdayaan menjadi dasar dalam sambut akhir pendidikan,
yang memaksa mereka siap menghadap tantangan
yang di rasa berat bagi seukur pelajar,
anak petani padi dan singkong,
anak tukang becak dan tukang ojek,
anak kaum buruh yang gaduh ulah bos yang hanya memeras keringat dan menghisap darah.
Dan beban siswa menjadi beban guru.
Guru tersunggkur melemas
dalam lihat tetap penuh pada binar-binar mata kejujuran tentang ketidakberdayaan.
Dan guru mengurai bahasa,
“Betapa pendidikan hanya nilai lembaran kertas.
Tersobek lalu hancurlah pendidikan.
Tapi ia adalah lembar nilai keramat sangat
dan sampai dalam mendepak impian keilmuan.”
By. M. Lubab el-Zaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar